HUKRIM, SULUTNEWSTV.com – Proses pemeriksaan sebagai saksi hingga penetapan tersangka oleh Penyidik Polda Sulut terhadap Pdt Hein Arina, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Hibah Sinode GMIM, dinilai merugikan satu pihak.
Menurut Penasihat Hukum (PH) Hein Arina, Janes Palilingan SH MH, dalam pemeriksaan sebagai saksi hingga ditetapkan tersangka, kliennya banyak dirugikan oleh Penyidik Polda Sulut.
Padahal, kata dia, kliennya selalu kooperatif di setiap proses baik dari tahap memberikan klarifikasi, saksi, hingga penetapan tersangka. Namun, dalam proses tersebut, asas praduga tak bersalah seakan tidak berlaku bagi kliennya.
“Menurut kami, ada hukum yang dilanggar oleh penyidik Polda Sulut saat melakukan pemeriksaan klien kami, baik sebagai saksi, tersangka hingga penahanan di Rutan Polda,” kata Palilingan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) itu juga menyayangkan sikap penyidik Polda Sulut saat memperlakukan kliennya dengan tidak menghormati asas praduga tak bersalah.
“Sebagai contoh, klien kami adalah pemimpin gereja dan dijadwalkan memimpin ibadah Jumat Agung. Tapi, sehari sebelum memimpin ibadah, klien kami sudah ditahan di Rutan Polda sebagai tersangka,” kata Palilingan.
Belum lagi, lanjut dia, saat kliennya masih dalam keadaan kelelahan ketika melakukan perjalanan panjang usai pelayanan organisasi gereja di Amerika. Penyidik langsung melakukan pemeriksaan sebagai tersangka kemudian melakukan penahanan.
“Dalam keadaan jet lag atau pusing setelah melakukan perjalanan panjang, ditambah masih dalam keadaan tidak fokus, klien kami langsung diperiksa dan langsung dilakukan penahanan,” beber Palilingan.
Padahal, kata dia, pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak penyidik agar diberikan waktu istirahat kepada kliennya sebelum dilakukan pemeriksaan karena belum fokus pasca melakukan perjalanan panjang.
“Dalam kondisi seperti ini, tentunya klien kami tidak fokus. Namun proses pemeriksaan tetap dilanjutkan tanpa mempertimbangkan hak klien kami. Ada maksud apa penyidik Polda Sulut ini? ujar Palilingan.
Dia mengatakan, pada posisi penanganan dalam urusan memberikan keterangan status tersangka, langsung dilakukan penahanan. Namun, kata Palilingan, bukan berarti tidak terjadi penahanan terhadap kliennya. Tapi harus menghormati aturan hukum yang berlaku.
“Tapi, sesuai hukum yang berlaku, disana juga harus dilihat situasi dan kondisi yang dapat memberikan partisipasi dengan cara berfikir lebih bijak, baik Kapolda atau penyidik,” kata dia.
Pihaknya juga telah mengajukan waktu penundaan terkait kesiapan pemeriksaan kepada Kapolda Sulut. Namun pada akhir tetap dilakukan pemeriksaan hingga penahanan. Dan menurut Palilingan, hal itu terkesan dipaksakan.
Dengan demikian, pihaknya telah menyiapkan upaya-upaya hukum hingga sampai pada pokok perkara yang akan digelar. Bahkan, pihaknya telah menyurat ke lembaga negara yaitu Kapolri, Presiden Prabowo dan Komisi lll DPR RI.
“Kami juga telah menyurat kepada Pangdam, Gubernur Sulut dan Kapolda untuk meminta perlindungan hukum terhadap klien kami. Dimana, klien kami diperiksa seperti kasus teroris besar,”
Bahkan, kata Palilingan, saat kliennya masuk ke Rutan Polda Sulut. Ada foto kliennya di balik jeruji besi yang diambil secara diam-diam dan disebarkan luas ke publik lewat media sosial.
“Saat ini kami sudah melakukan upaya hukum, diantaranya mengajukan praperadilan dengan nomor perkara 9 di Pengadilan Negeri Manado. Dan jadwal sidangnya dilaksanakan tanggal 5 Mei 2025,” pungkasnya. (*ChT)
