Tondano – Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kabupaten Minahasa mendukung upaya revisi terhadap masa jabatan Hukum Tua (Kepala Desa) jadi 9 tahun.
“Kami mendukung upaya revisi Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 2014 tentang desa pasal 39, terkait masa jabatan Kepala Desa (atau Kumtua sebutan di Minahasa) 6 tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan jadi 9 tahun, ” kata Ketua DPC GAMKI Minahasa, Helty Rorimpandey kepada media ini, Rabu (18/01).
Ia menilai, dahulu masa jabatan hukum tua pernah 8 tahun, kemudian diubah jadi 6 tahun berdasarkan Undang-Undang 6 tahun 2014. “Nah sekarang apabila ada aspirasi kepala desa se-Indonesia untuk mendesak pemerintah merevisi masa jabatan jadi 9 tahun perlu di dukung penuh, ” ujar Helty.
Kata Helty, pihaknya memiliki alasan logis terkait revisi masa jabatan hukum Tua , karena memang pemilihan hukum tua/kepala desa se-indonesia, khususnya di Minahasa banyak mendatanhkan problem socio-kulturalnya.
“Apalagi, setelah pemilihan Hukum Tua, terkadang permasalahan beda pilihan itu menahun dan lama selesainya. Banyak yang membekas, friksi dan faksi masih saja nampak pasca pemilihan. Dan itu perlu waktu bagi Hukum Tua terpilih untuk merangkul dan menginsolidasi masyarakatnya, terlebih khusus yang tidak mendukungnya waktu pemilihan, “ujarnya.
“GAMKI Minahasa pada prinsipnya setuju, masa jabatan hukum tua jadi 9 tahun, agar supaya ada penghematan anggaran pemilihan, dan waktu konsolidasi dan pembangunan di desa panjang, ” imbuh Helty.
Iapun memaparkan, sebagai alternatif, GAMKI Minahasa berpikir, bisa juga periode diperpanjang tidak 9 tahun melainkan 8 tahun, karena ada persoalan historis. “Bahwa, dulunya memang 8 tahun masa jabatannya. Tetapi dilimitasi jangan 3 kali maksimal menjabat, tapi maksimal 2 kali untuk masa jabatan yang sama. Yang sekarang ini kan 6 tahun tapi bisa 3 periode. Yah, kalau terpilih terus, bisa 18 tahun seorang hukum tua ‘berkuasa” tanda petik. Nah, kalau 8 tahun 2 periode, maksimal itu 16 tahun kepala desa (hukum tua) menjabat, ini upaya memangkas periodisasi menjaga demokrasi. Jadi 8 tahun tahun tapi 2 periode saja, jangan 3 periode, supaya ada kesempatan masyarakat lainnya terpilih lebih terbuka nantinya, ” terang Helty.
Lebih lanjut Helty memaparkan, apabila jadi 9 tahun atau 8 tahun, maka setidaknya ada dua hal positif yang bisa didapat. “Pertama, hukum tua punya waktu panjang untuk memaksimalkan pembangunan didesa, termasuk merangkul semua masyarakat yang ada supaya tidak terkotak-kotak. Kedua, masyarakat yang ada di desa, akan berpikir bahwa karena masa jabatan hukum tua, 8 atau 9 tahun. Maka percuma juga terjebak dalam konflik yang lama dan menahun, selain bersama-sama dengan pemerintah desa yang baru, bersatu padu membangun desa. Apalagi dana yang masuk ke desa sudah begitu banyak, dan harus diserap untuk kemaslahatan dan kemakmuran seluruh masyarakat seutuhnya, ” terangnya.
Di lain sisi, kata Dia, masa jabatan 6 tahun beririsan tipis dengan berbagai agenda demokrasi lainnya seperti pemilu dan Pilkada, oleh karena itu banyak desa di Minahasa yang tidak bisa gelar pemilihan Hukum Tua karena himpitan agenda demokrasi tersebut. Sehingga banyak desa yang harus ditunjuk Plt hukum tua. Nah, kalau 8 tahun atau 9 tahun kan, tidak terlalu beririsan dengan agenda demokrasi, yang sudah juga memiliki keserentakan sebenarnya,” jelasnya.
Untuk itu, GAMKI berharap, bahwa revisi atau tidaknya UU, masyarakat Minahasa yang sudah punya pengalaman sejarah yang panjang terkait demokrasi, masyarakatnya semakin arif dan bijaksana, pemimpinnya (hukum tua) makin profesional dan makin berkualitas. (CT)
Categories: Minahasa